Minggu, 27 Mei 2018

SALAHUDDIN AL AYYUBI

Wikipedia.org- Salahuddin Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (Bahasa Arab: صلاح الدين الأيوبي, Kurdi: صلاح الدین ایوبی) (Sho-lah-huud-din al-ay-yu-bi) (c. 1138 - 4 Maret 1193) adalah seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekkah Hejaz dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim dan Kristen karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada saat ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Ia memberikan catatan kaki dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadits Abu Dawud.
Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi.[1] Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor).
Di sana, dia mewarisi peranan sulit mempertahankan Mesir melawan penyerbuan dari Kerajaan Latin Jerusalem di bawah pimpinan Amalrik I. Posisi ia awalnya menegangkan. Tidak ada seorangpun menyangka dia bisa bertahan lama di Mesir yang pada saat itu banyak mengalami perubahan pemerintahan di beberapa tahun belakangan oleh karena silsilah panjang anak khalifah mendapat perlawanan dari wazirnya. Sebagai pemimpin dari prajurit asing Syria, dia juga tidak memiliki kontrol dari Prajurit Shiah Mesir, yang dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui atau seorang Khalifah yang lemah bernama Al-Adid. Ketika sang Khalifah meninggal bulan September 1171, Saladin mendapat pengumuman Imam dengan nama Al-Mustadi, kaum Sunni, dan yang paling penting, Abbasid Khalifah di Baghdad, ketika upacara sebelum Salat Jumat, dan kekuatan kewenangan dengan mudah memecat garis keturunan lama. Sekarang Saladin menguasai Mesir, tapi secara resmi bertindak sebagai wakil dari Nuruddin, yang sesuai dengan adat kebiasaan mengenal Khalifah dari Abbasid. Saladin merevitalisasi perekonomian Mesir, mengorganisir ulang kekuatan militer, dan mengikuti nasihat ayahnya, menghindari konflik apapun dengan Nuruddin, tuannya yang resmi, sesudah dia menjadi pemimpin asli Mesir. Dia menunggu sampai kematian Nuruddin sebelum memulai beberapa tindakan militer yang serius: Pertama melawan wilayah Muslim yang lebih kecil, lalu mengarahkan mereka melawan para prajurit salib.
Dengan kematian Nuruddin (1174) dia menerima gelar Sultan di Mesir. Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk, dan dia terbukti sebagai penemu dari dinasti Ayyubid dan mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir. Dia memperlebar wilayah dia ke sebelah barat di maghreb, dan ketika paman dia pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendukung Fatimid, dia lalu melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukan Yaman. Dia juga disebut Waliullah yang artinya teman Allah bagi kaum muslim Sunni.
Tahun 559-564 H/ 1164-1168 M. Sejak itu Asaduddin, pamannya diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah. Setelah pamannya meninggal, jabatan Perdana Menteri dipercayakan Khalifah kepada Shalahuddin Al-Ayyubi.
Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan Perang Salib kedua terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Shalahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikan kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad mulai tahun 567 H/1171 M (September). Setelah Khalifah Al-'Adid, khalifah Fathimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.
Timur Tengah (1190 M.). Wilayah kekuasaan Shalahuddin (warna merah); Wilayah yang direbut kembali dari pasukan salib 1187-1189 (warna merah muda). Warna hijau terang menandakan wilayah pasukan salib yang masih bertahan sampai meninggalnya Shalahuddin
Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada puteranya yang masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Dibawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan di antara putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi terpecah-pecah. Shalahuddin Al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul, Irak bagian utara.
Naik ke kekuasaan
Di kemudian hari Saladin menjadi wazir pada 1169, dan menerima tugas sulit mempertahankan Mesir dari serangan Raja Latin Yerusalem, khususnya Amalric I. Kedudukannya cukup sulit pada awalnya, sedikit orang yang beranggapan ia akan berada cukup lama di Mesir mengingat sebelumnya telah banyak terjadi pergantian pergantian kekuasaan dalam beberapa tahun terakhir disebabkan bentrok yang terjadi antar anak-anak Kalifah untuk posisi wazir. Sebagai pemimpin dari pasukan asing Suriah, dia juga tidak memiliki kekuasaan atas pasukan Syi'ah Mesir yang masih berada di bawah Khalifah yang lemah, Al-Adid.

Fahreenheat.com- Salahuddin Al-Ayyubi atau yang juga sering disebut sebagai Sultan Saladin, adalah pahlawan Islam ketika terjadi perang salib.
Pada suatu ketika dia berkata: "Bagaimana aku ingin tertawa sedangkan masjid Al-Aqsha masih dibawah jajahan musuh?" kata Sallahuddin al-Ayubbi ketika ditanya mengapa ia selalu serius dan tidak pernah tertawa.
Salahuddin adalah dari keturunan Kurdi. Bukan orang Arab, bukan berkebangsaan Palestina, tapi mengapa Salahuddin menghabiskan sepanjang hidupnya berperang untuk membebaskan Palestina dan Al-Aqsha?
Kisah Salahuddin Al-Ayyubi Yang Tidak Banyak Diketahui Orang !
Betapa hebatnya salahuddin ketika berhasil menyatukan umat islam yang terpecah belah, segala persoalan paham, mazhab, ras, dan keturunan semuanya ditinggalkan untuk bersatu di bawah panji Islam yang dipimpin Salahuddin.
Hebat benar engkau Salahuddin ….
Suatu ketika dulu ia pernah meminta air minum, tetapi entah apa sebabnya air itu tidak diberikan kepadanya. Beliau meminta sampai lima kali lalu berkata, "Aku hampir mati kehausan". ia kemudian meminum air yang dibawakan kepadanya tanpa menunjukkan kemarahan ..
Betapa sabarnya kau Salahuddin ..
Dalam kesungguhan, semangat dan ketahanan rasanya tidak ada yang bisa menandingi Salahuddin.
Kadang-kadang ia sendiri pergi ke tempat perkemahan tentara musuh bersama pengawalnya paling tidak sekali bahkan dua kali sehari. Ketika berperang ia sendiri akan pergi menerjang celah-celah tentara musuh yang sedang maju. beliau selalu mengadakan pemeriksaan pada setiap tentaranya dan memberikan arahan kepada panglima-panglima tentaranya.
Suatu Malam, Richard the Lion Raja Inggris, musuh Salahuddin sedang sakit didalam tenda tentara Kristen. Tiba-tiba ada satu sosok manusia datang kepada Richard the Lion Heart untuk mengobati penyakitnya, siapa sangka manusia itu musuh Richard sendiri, Salahuddin Al-Ayubi. Dia sanggup menyamar dan membuang perasaan benci untuk merawat musuhnya sendiri. Subhanallah …
Pernah diceritakan, Salahuddin Al-ayubi pernah berhadapan dengan Richard the Lion Heart untuk menunjukkan kehebatan dan keahlian masing-masing. Richard the lion Heart yang berbadan besar mengambil pedang dari sarungnya dan dengan penuh tenaga menghunus kearah sebuah batu besar, batu itu terbelah!. Ketika tiba giliran Salahuddin, Salahuddin lantas melemparkan kain sutra kelangit dan mengulurkan pedangnya. Kain sutra dengan perlahan jatuh dan hinggap dimata pedang. Kain itu terpotong dua karena tajamnya mata pedang Salahuddin.


Dalam medan peperangan beliau bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan anak tunggal akibat dibunuh oleh tangan-tangan jahat. Dia akan bergerak dari satu ujung medan peperangan ke ujung yang lain untuk mengingatkan pasukannya agar benar-benar berjihad di jalan Allah semata-mata. Dia juga akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinang, mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.
Ketika mengepung Acre dia hanya minum tanpa mau makan, itupun setelah dipaksa oleh dokter pribadinya. Dokter itu mengatakan bahwa Salahuddin hanya makan beberapa suap makanan semenjak hari Jumat sampai Senin kerena beliau tidak ingin perhatiannya kepada peperangan terganggu.
Semangat Tentara Islam teramat dahsyat memaksa tentara Kristen menyerah. tidak ada lagi pertempuran terjadi. Panglima tentara kristen berkuda menuju kearah Salahudin Al-Ayubbi didepan Yerusalem. "Apakah kamu orang islam akan memperlakukan kami seperti kami memperlakukan keatas orang-orang kamu sebelumnya?" Kata Panglima Militer Kristen


Selama Kristen merebut Yerusalem dahulu, jalan-jalan di Jerusalem 'tersumbat' dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar dan dipanah dari jarak dekat di atas atap dan menara rumah-rumah ibadah. Darah merah mewarnai bumi Palestina akibat pembunuhan orang Islam secara massal.
"Kami orang Islam tidak seperti kamu" Jawab Salahuddin Al-Ayubi.
Jawaban ini telah menyebabkan banyak orang Kristen memeluk Islam karena keindahan akhlak yang ditampilkan Salahuddin Al-ayubbi.
Salahuddin tidak membalas tindakan mereka membunuh orang Islam yang tidak bersalah saat orang Kristen merebut Yerusalem. Sesuai dengan tuntutan Islam, Orang sipil tidak dapat dibunuh dalam peperangan. Hari itu, Langit begitu cerah. Teriakan "Allahhu Akbar" dan "Tiada tuhan melainkan Allah" telah memenuhi langit. Para tentara tersenyum girang.
Pada Jumat, 27 Rajab 583H bersamaan dengan tanggal peristiwa isra' mikraj Rasulullah SAW. Yerusalem diambil alih tentara Mukmin.
Banyak orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, pedagang dan orang-orang biasa datang merayakan kemenangan ini setelah menunggu hampir 90 tahun saat shalat Jumat digelar kembali di Baitul Muqaddis. ALLAHUAKBAR! Salib yang terpampang di 'Dome of Rock' telah diturunkan. Betapa hebatnya hari itu hanya Allah yang tahu…

Sebuah kemenangan bagi seluruh Umat Islam.
27 Safar, 589H, Malam itu telah nampak tanda-tanda berakhirnya kehidupan Salahuddin, Syeikh Abu Ja'afar, seorang yang wara' telah diberi kepercayaan untuk duduk disebelah Salahuddin ketika ia Nazak.
Salahuddin antara pingsan dan sadar.
Lalu Syeikh Abu Jaafar membacakan "Dialah Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata"(Al-Hasyr: 22)
Segera setelah Syeikh Abu Jaafar membacakan ayat tersebut, Salahuddin terus membuka matanya sambil tersenyum dengan muka yang berseri dan perasaan yang gembira dia berkata:
"Memang Benar"
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Rohnya pun kembali kerahmatullah.

Salahuddin tidak meninggalkan harta kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika beliau wafat. Tidak ada rumah-rumah, barang-barang, tanah, kebun dan properti-properti lain yang ditinggalkannya. Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk biaya pemakamannya. Keluarganya terpaksa meminjam uang untuk menanggung biaya pemakaman.
Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.

Empat puluh tahun kemudian, Lord Olenby yang memimpin tentara Salibiah berhasil memasuki kembali kota Yerusalem, dia pergi ke kuburan Salahuddin dan menginjakkan kakinya ke atas kuburan Salahuddin sambil berkata:
"Sekarang aku datang kembali ke sini."
Alangkah penakutnya Si Olenby .. Celakalah si penakut ini karena hanya berani berhadapan dengan Salahuddin yang telah mati…
Tidak cukup dengan itu, pada tahun 1917 setelah Perdana Menteri Inggris mengumumkan berakhirnya perang salib, Jenderal Perancis, Goro telah datang kekubur Salahuddin Al-Ayubi dan menendang kubur pembela Islam ini sambil berkata: "Bangunlah Salahuddin, Kami sudah sampai disini!".
Alangkah bencinya mereka terhadap Pahlawan umat Islam ini. Maha Suci Allah, telah mengaruniakan seorang manusia yang hebat dalam membantu menegakkan Syari'at Islam.
Layakkah kita dibandingkan dengan Salahuddin Al-Ayubi? Kisahkan sejarah ini kepada anak-anak kita, agar semangat membela Islam tumbuh di dada mereka. Kenalkan mereka dengan pahlawan-pahlawan Islam, bukan pada pahlawan fiktif yang sering mereka lihat di TV.
Semoga Allah mengirimkan lagi lebih banyak Salahuddin di bumi ini…

0 komentar:

Posting Komentar